TRIBUNNEWSCOM - Pergerakan nasional dilatarbelakangi berbagai kejadian di dalam negeri Indonesia dan berbagai kejadian di luar negeri.. Dikutip dari Buku SMP/MTS IPS Kelas VIII (2017) Oleh Mukminan, berbagai kejadian dari dalam negeri atau sering disebut faktor internal yang melatarbelakangi pergerakan nasional, yaitu:. 1. Perluasan pendidikan; 2. Kegagalan perjuangan di berbaga
Negaramaju sebagian besar terdapat di belahan bumi bagian utara yang meliputi : 1) Eropa, misalnya Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, Spanyol, Italia, Swedia, Norwegia, Swiss 8. Perlawanan rakyat terhadap pendudukan Jepang. a. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh paksaan Jepang untuk melakukan Seikirei, yaitu upacara penghormatan
Sanggau. Sekitar 600 pejuang kemerdekaan dibunuh oleh Jepang, termasuk Pang Suma. Perlawanan Koreri di Biakdi Irian Barat tahun 1943 Perlawanan ini dipimpin oleh L. Rumkorem, pimpinan Gerakan Koreri yang berpusat di Biak. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh penderitaan rakyat yang diperlakukan sebagai budak belian, dipukuli, dan dianiaya.
Pertempuranini adalah perlawanan terhebat rakyat Indonesia terhadap Jepang pada masa transisi. Pada tanggal 14 Oktober 1945, pasukan Jepang yang bersenjata lengkap dengan tiba-iba menyerang dan melucuti 8 orang petugas kepolisian yang sedang menjaga persediaan air minum di Jln.
Adabeberapa contoh bentuk perlawanan bersenjata yang terjadi di Indonesia antara lain. Perlawanan di Aceh pada 10 November 1942. Perlawanan ini dipimpin oleh seorang guru mengaji bernama Tengku Abdul Jalil, yang dipicu karena tindakan Jepang yang sewenang-wenang dan gagalnya perundingan, Jepang menyerang Cot Plieng.
PerangDayak Desa adalah perang antara Suku Dayak Desa dan pasukan Kekaisaran Jepang pada masa pendudukan Jepang di Kalimantan Barat.Perang yang berlangsung tahun 1944 hingga 1945 di Sanggau, Kalimantan Barat ini dilatarbelakangi oleh perlakuan Jepang yang sewenang-wenang terhadap Suku Dayak Desa.. Pada awal pendudukan Jepang, dua buah perusahaan masuk ke Kalimantan Barat, yakni Nomura di
MjQkbQ2. Kependudukan Jepang di Indonesia memang terbilang singkat, hanya 3,5 tahun tetapi menyisakan kenangan buruk yang mendalam bagi rakyat Indonesia. Kala itu penguasa Jepang bersikap semena-mena dan menyengsarakan rakyat Indonesia, sehingga memicu kebencian rakyat terhadap di sebagian wilayah Indonesia, rakyat memilih angkat senjata untuk mengusir keberadaan Jepang di Indonesia. Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap Pendudukan Jepang pun itu, perlawanan bangsa Indonesia terhadap pendudukan Jepang di Indonesia bisa dikategorikan menjadi 3, yaitu melalui perjuangan yang berbentuk organisasi, gerakan bawah tanah, dan perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Jepang1. Peristiwa Cot Plieng, Aceh 10 November 1942Pemberontakan dipimpin seorang ulama muda Tengku Abdul Jalil, guru mengaji di Cot Plieng, Lhokseumawe. Usaha Jepang untuk membujuk sang ulama tidak berhasil, sehingga Jepang melakukan serangan mendadak di pagi buta sewaktu rakyat sedang melaksanakan salat persenjataan sederhana/seadanya rakyat berusaha menahan serangan dan berhasil memukul mundur pasukan Jepang untuk kembali ke Lhokseumawe. Begitu juga dengan serangan kedua, berhasil digagalkan oleh pada serangan terakhir ketiga Jepang berhasil membakar masjid sementara pemimpin pemberontakan Teuku Abdul Jalil berhasil meloloskan diri dari kepungan musuh, namun akhirnya tertembak saat sedang Peristiwa SingaparnaPerlawanan fisik ini terjadi di pesantren Sukamanah Singaparna Tasikmalaya, Jawa Barat di bawah pimpinan KH. Zainal Mustafa, tahun 1943. Beliau menolak dengan tegas ajaran yang berbau Jepang, khususnya kewajiban untuk melakukan Seikerei setiap pagi, yaitu memberi penghormatan kepada Kaisar Jepang dengan cara membungkukkan badan ke arah matahari Seikerei ini jelas menyinggung perasaan umat Islam Indonesia karena termasuk perbuatan syirik/menyekutukan Tuhan. Selain itu beliaupun tidak tahan melihat penderitaan rakyat akibat tanam utusan Jepang akan menangkap, KH. Zainal Mustafa telah mempersiapkan para santrinya yang telah dibekali ilmu beladiri untuk mengepung dan mengeroyok tentara Jepang, yang akhirnya mundur ke memutuskan untuk menggunakan kekerasan sebagai upaya untuk mengakhiri pembangkangan ulama tersebut. Pada tanggal 25 Februari 1944, terjadilah pertempuran sengit antara rakyat dengan pasukan Jepang setelah salat berbagai upaya perlawanan telah dilakukan, namun KH. Zainal Mustafa berhasil juga ditangkap dan dibawa ke Tasikmalaya kemudian dibawa ke Jakarta untuk menerima hukuman mati dan dimakamkan di Peristiwa Indramayu, April 1944Peristiwa Indramayu terjadi bulan April 1944 disebabkan adanya pemaksaan kewajiban menyetorkan sebagian hasil padi dan pelaksanaan kerja rodi/kerja paksa/Romusha yang telah mengakibatkan penderitaan rakyat yang ini dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-kawan di desa Karang Ampel, Sindang, Kabupaten Indramayu. Pasukan Jepang sengaja bertindak kejam terhadap rakyat di kedua wilayah Lohbener dan Sindang agar daerah lain tidak ikut memberontak setelah mengetahi kekejaman yang dilakukan pada setiap Pemberontakan Teuku HamidTeuku Hamid adalah seorang perwira Giyugun, bersama dengan satu pleton pasukannya melarikan diri ke hutan untuk melakukan perlawanan. Ini terjadi pada bulan November kondisi tersebut, pemerintah Jepang melakukan ancaman akan membunuh para keluarga pemberontak jika tidak mau menyerah. Kondisi tersebut memaksa sebagian pasukan pemberontak menyerah, sehingga akhirnya dapat daerah Aceh lainnya timbul pula upaya perlawanan rakyat seperti di Kabupaten Berenaih yang dipimpin oleh kepala kampung dan dibantu oleh satu regu Giyugun perwira tentara sukarela, namun semua berakhir dengan kondisi yang sama yakni berhasil ditumpas oleh kekuatan militer Jepang dengan sangat Peta1. Perlawanan PETA di Blitar 29 Februari 1945Perlawanan ini dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr. Ismail. Perlawanan ini disebabkan karena persoalan pengumpulan padi, Romusha maupun Heiho yang dilakukan secara paksa dan di luar batas perikemanusiaan. Sebagai putera rakyat para pejuang tidak tega melihat penderitaan rakyat. Di samping itu sikap para pelatih militer Jepang yang angkuh dan merendahkan prajurit-prajurit Indonesia. Perlawanan PETA di Blitar merupakan perlawanan yang terbesar di dengan tipu muslihat Jepang melalui Kolonel Katagiri Komandan pasukan Jepang, pasukan PETA berhasil ditipu dengan pura-pura diajak berunding. Empat perwira PETA dihukum mati dan tiga lainnya disiksa sampai mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil meloloskan Perlawanan PETA di Meureudu-Pidie, Aceh November 1944Perlawanan ini dipimpin oleh Perwira Gyugun Teuku Hamid. Latar belakang perlawanan ini karena sikap Jepang yang angkuh dan kejam terhadap rakyat pada umumnya dan prajurit Indonesia pada Perlawanan PETA di Gumilir, Cilacap April 1945Perlawanan ini dipimpin oleh pemimpin regu Bundanco, Kusaeri bersama rekan-rekannya. Perlawanan yang direncanakan dimulai tanggal 21 April 1945 diketahui Jepang sehingga Kusaeri ditangkap pada tanggal 25 April 1945. Kusaeri divonis hukuman mati tetapi tidak terlaksana karena Jepang terdesak oleh Perlawanan Pang SumaPerlawanan rakyat yang dipimpin oleh Pang Suma berkobar di Kalimantan Barat. Pang Suma adalah pemimpin suku Dayak yang besar pengaruhnya di kalangan suku-suku di daerah Tayan dan Meliau. Perlawanan ini bersifat gerilya untuk mengganggu aktivitas Jepang di perlawanan Pang Suma diawali dengan pemukulan seorang tenaga kerja Dayak oleh pengawas Jepang, satu di antara sekitar 130 pekerja pada sebuah perusahaan kayu ini kemudian memulai sebuah rangkaian perlawanan yang mencapai puncak dalam sebuah serangan balasan Dayak yang dikenal dengan Perang Majang Desa, dari April hingga Agustus 1944 di daerah Tayan-Meliau-Batang Tarang Kab. Sanggau. Sekitar 600 pejuang kemerdekaan dibunuh oleh Jepang, termasuk Pang Perlawanan Koreri di Biakdi Irian Barat tahun 1943Perlawanan ini dipimpin oleh L. Rumkorem, pimpinan Gerakan Koreri yang berpusat di Biak. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh penderitaan rakyat yang diperlakukan sebagai budak belian, dipukuli, dan dianiaya. Dalam perlawanan tersebut rakyat banyak jatuh korban, tetapi rakyat melawan dengan gigih. Akhirnya Jepang meninggalkan Pulau Perlawanan di Pulau Yapen SelatanPerlawanan ini dipimpin oleh Nimrod. Ketika Sekutu sudah mendekat maka memberi bantuan senjata kepada pejuang sehingga perlawanan semakin seru. Nimrod dihukum pancung oleh Jepang untuk menakut-nakuti rakyat. Tetapi rakyat tidak takut dan muncullah seorang pemimpin gerilya yakni S. Perlawanan di Tanah Besar PapuaPerlawanan ini dipimpin oleh Simson. Dalam perlawanan rakyat di Papua, terjadi hubungan kerja sama antara gerilyawan dengan pasukan penyusup Sekutu sehingga rakyat mendapatkan modal senjata dari Gerakan bawah tanahSebenarnya bentuk perlawanan terhadap pemerintah Jepang yang dilakukan rakyat Indonesia tidak hanya terbatas pada bentuk perlawanan fisik saja tetapi Anda dapat pula melihat betnuk perlawanan lain/gerakan bawah tanah seperti yang dilakukan olehKelompok Sutan Syahrirdi daerah Jakarta dan Jawa Barat dengan cara menyamar sebagai pedagang nanas di Sukarni, Adam Malikdan Pandu Wiguna. Mereka berhasil menyusup sebagai pegawai kantor pusat propaganda Jepang Sendenbu sekarang kantor berita Antara.Kelompok Syarif Thayeb, Eri Sudewo dan Chairul Saleh. Mereka adalah kelompok mahasiswa dan Mr. Achmad Subardjo, Sudiro dan Wikana. Mereka adalah kelompok gerakan Kaigun AL yang tergabung dalam kelompok di bawah tanah, berusaha untuk mencari informasi dan peluang untuk bisa melihat kelemahan pasukan militer Jepang dan usaha mereka akan dapat Anda lihat hasilnya pada saat Jepang telah kalah dari Sekutu, kelompok pemudalah yang lebih cepat dapat informasi tersebut serta merekalah yang akhirnya mendesak golongan tua untuk secepatnya melakukn gambaran tentang aktifitas pergerakan Nasional yang dilakukan oleh kelompok organisasi maupun gerakan sosial pada masa pemerintah pendudukan Jepang, tentu Anda dapat memahami sebab-sebab kegagalan dan mengapa para tokoh pergerakan lebih memilih sikap kooperatif menghadapi pemerintahan militer Jepang yang sangat ganas/kejam.
Mahasiswa/Alumni UIN Sunan Gunung Djati11 Juni 2022 0228Perlawanan rakyat Indramayu. Yuk pahami penjelasannya. Perlawanan rakyat Indramayu terhadap Jepang terjadi pada 1944. Perlawanan dilatarbelakangi oleh adanya kebijakan Jepang yang mewajibkan kerja paksa atau romusha bagi rakyat Indramayu dan mewajibkan seluruh petani untuk menyerahkan seluruh hasil panen padinya kecuali 10 Kg, yang boleh disimpan oleh rakyat. Kebijakan tersebut mengakibatkan munculnya kemarahan rakyat Indramayu, karena dengan kebijakan-kebijakan tersebut membuat rakyat menderita dan kelaparan yang berkepanjangan. Dengan adanya kemarahan rakyat tersebut kemudian mengakibatkan terjadinya perlawanan di daerah Kaplongan dan Cidempet, Indramayu, pada bulan April hingga Agustus 1944. Dalam melakukan perlawanan, rakyat Indramayu memiliki semboyan yang berbunyi " lebih baik mati melawan daripada mati kelaparan ". Dengan demikian, dari uraian dalam soal perlawanan rakyat yang dimaksud adalah perlawanan rakyat Indramayu. Semoga membantu yaa...
OLEH HASANUL RIZQA Meski 'singkat', masa pendudukan Jepang kian menyengsarakan rakyat Indonesia. para tokoh Muslim berjuang mengubah keadaan saat itu. Inilah beberapa dari banyak kisah heroisme mereka. Latar Okupasi Jepang di Indonesia Istilah “perang dunia” pertama kali muncul di sebuah koran Jerman pada 1914. Media tersebut menyebutnya Weltkrieg Perang Dunia, merujuk pada rentetan perang yang dipicu eskalasi ketegangan di Semenanjung Balkan. Bermula dari terbunuhnya putra mahkota Austria-Hongaria, Franz Ferdinand, pada 28 Juni 1914. Pelakunya adalah seorang nasionalis ekstrem bernama Gavrilo Princip. Alhasil, kerajaan tersebut mengumumkan perang terhadap Serbia. Tak lama berselang, Jerman pun menyatakan perang terhadap Kekaisaran Rusia dan Prancis. Hingga 1918, belasan negara terseret dalam pertempuran ini. Masing-masing berada dalam dua kubu yang saling menyerang Poros Austria-Hongaria, Jerman, Kekhalifahan Turki Utsmaniyah dan Sekutu Rusia, Prancis, Inggris, Jepang, Amerika Serikat. Cakupan konflik bahkan tidak terbatas di Eropa saja, tetapi juga meluas ke Amerika Utara, Afrika Utara, Asia Barat, dan Asia Timur. Media Jerman tidak menamakannya sebagai Weltkrieg I karena tidak pernah menyangka bahwa perang besar akan terjadi lagi, yakni Weltkrieg II alias Perang Dunia II. Nyatanya, negara-negara imperalis masih menyimpan bara dalam sekam. Pada 1 September 1939, Jerman menginvasi Polandia. Beberapa hari sesudahnya, Inggris dan Prancis menyatakan perang terhadap Jerman. Langkah keduanya diikuti AS dan Uni Soviet sejak 1941. Adapun dukungan terhadap sang diktator Jerman Adolf Hitler diberikan oleh Italia dan Jepang. Kerajaan Belanda tidak berpihak kepada blok Poros atau Sekutu, baik selama PD I maupun PD II. Bagaimanapun, kedua pertempuran itu tentu mempengaruhi situasi Negeri Kincir Angin. Dalam PD II, misalnya, keluarga Istana dan jajaran pemerintah Belanda terpaksa melarikan diri ke Inggris sesudah negerinya dibombardir Jerman. Jajahannya yang paling menguntungkan, yakni Indonesia saat itu bernama Hindia Belanda, juga sempat jatuh ke tangan salah satu negara kubu Poros, yakni Jepang. Keterlibatan Jepang dalam PD I dan PD II menandakan satu hal, yakni kekuatannya setara dengan umumnya negara-negara imperialis Barat pada abad ke-20. Keterlibatan Jepang dalam PD I dan PD II menandakan satu hal, yakni kekuatannya setara dengan umumnya negara-negara imperialis Barat pada abad ke-20. Padahal, kekaisaran berjuluk Negeri Matahari Terbit itu sebelumnya menerapkan kebijakan isolasi diri sakoku. Lebih dari 200 tahun lamanya, yakni ketika era Shogun Tokugawa, negeri kepulauan tersebut mengurung diri dari pergaulan internasional. Barulah pada medio abad ke-19, armada AS memaksa kaisar Jepang agar membuka pelabuhannya untuk barang-barang dari Amerika. Sakoku pun dicabut. Alih-alih dijajah bangsa-bangsa Eropa, seperti kebanyakan negeri Asia, Jepang justru berubah menjadi negara maju. Di bawah pimpinan Kaisar Meiji 1867-1912, kerajaan ini mengalami westernisasi besar-besaran. Putra kedua Kaisar Komei tersebut mengganti sistem pemerintahan feodal dengan parlementer-konsititusional ala Barat. Ia juga mendorong rakyatnya untuk menguasai sains dan teknologi modern. Hingga awal abad ke-20, Jepang tampil sebagai kekuatan industri dan militer baru yang sangat disegani dunia. Mengikuti jejak para imperialis Eropa, Nippon—sebutan asli Jepang—pun melakukan penjajahan. Sebelum PD II, wilayah kekuasaannya sudah menjangkau hingga sejumlah kawasan di Asia Pasifik, termasuk sebagian Cina, Semenanjung Korea, dan beberapa kepulauan koloni Jerman di Lautan Teduh. Pada 7 Desember 1941, armada angkatan lautnya menyerang pangkalan militer AS di Pearl Harbor, Hawaii. Peristiwa itu memicu Negeri Paman Sam terlibat dalam kancah PD II. Klaim saudara tua’ Salah satu target utama Nippon ialah Indonesia. Jajahan Belanda itu kaya akan sumber daya alam, yang sangat diperlukan Negeri Matahari Terbit untuk memenangkan PD II. Dari Kalimantan, pasukan Jepang bergerak cepat hingga ke Jawa, pusat pemerintahan kolonial. Pada 5 Maret 1942, mereka berhasil menduduki Jakarta. Militer Hindia Belanda kewalahan menyambut serbuan bangsa Asia Timur itu. Mereka mungkin memiliki persenjataan dan jumlah personel yang mencukupi. Namun, pasukan tersebut hanya berpengalaman menangkal letupan-letupan dari dalam negeri, yakni perlawanan masyarakat pribumi. Adalah di luar kebiasaannya untuk menghadapi serangan dari luar. Kolonialis Barat itu tidak mampu lagi mempertahankan kendali atas Nusantara. Di daerah Kalijati, Subang, Jawa Barat, pada 8 Maret 1942 militer Belanda menyerah tanpa syarat kepada Nippon. Momen itu menandai berakhirnya penjajahan Belanda sekaligus dimulainya masa pendudukan Jepang di Indonesia. Untuk menarik simpati rakyat setempat, Nippon melakukan pelbagai propaganda. Untuk menarik simpati rakyat setempat, Nippon melakukan pelbagai propaganda. Misalnya, disebarkanlah isu bahwa Jepang adalah “saudara tua” bangsa Indonesia; kedatangannya mengusir kolonialisme Barat untuk selama-lamanya. Pemerintah pendudukan Jepang yang berpusat di Jakarta juga menyebarkan kampanye “3A”, yaitu semboyan “Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia". Semula, pernyataan tersebut diterima gegap-gempita masyarakat Indonesia. Namun, perasaan optimistis itu berubah menjadi pesimisme dan bahkan kebencian. Faktanya, tentara Jepang bertindak sangat kejam terhadap warga tempatan. Polisi rahasia Jepang kenpeitai juga sangat ditakuti masyarakat. Kenpeitai bahkan dirasakan lebih kejam daripada polisi kolonial pada zaman penjajahan Belanda. Sebab, para personelnya suka main pukul dan tendang kepada siapa saja yang dianggap mencurigakan. Rakyat diimpit suasana mencekam. Hampir setiap malam, sering kali terdengar sirene kuso keho, penanda bahaya serangan udara dari tentara Sekutu. Semua orang cepat-cepat mematikan lampu rumah, lalu melarikan diri ke bungker terdekat. Pemerintah pendudukan Jepang mewajibkan setiap rukun warga tonarigumi untuk membuat goa tempat perlindungan yang bisa diisi kira-kira lima orang. Indonesia di bawah kendali Jepang berada dalam kondisi ekonomi yang kian sulit dari waktu ke waktu. Indonesia di bawah kendali Jepang berada dalam kondisi ekonomi yang kian sulit dari waktu ke waktu. Makanan, pakaian, barang, dan obat-obatan menghilang dari pasaran. Banyak rakyat terpaksa memakai busana dari karung goni karena kain biasa sangat sulit ditemukan. Kaum berada pun hanya memiliki baju seadanya. Kelaparan juga merebak di mana-mana. Pada masa itu, tidak sedikit orang yang pingsan atau bahkan mati akibat kekurangan pangan. Tidak lagi mengagetkan bila menemukan ada mayat di pinggir jalan. Perlawanan ulama Nourouzzaman Shiddiqi dalam tesisnya untuk McGill University, “The Role of the Ulama During the Japanese Occupation of Indonesia 1942-45”, menjelaskan motif di balik gencarnya propaganda Jepang pada masa pendudukan di Tanah Air. Menurut dia, segala kebijakan yang dijalankan rezim tersebut bertujuan Nipponisasi Indonesia. Maksudnya, penerapan sistem dan budaya Jepang secara masif di bidang politik, ekonomi, dan kultural masyarakat setempat. Sebelum Indonesia, cara demikian sudah berlangsung efektif di wilayah lain yang dijajahnya, seperti Korea, Manchuria, dan Taiwan. Sebagai elemen terbesar masyarakat Indonesia, lanjut Shiddiqi, umat Islam juga sangat terdampak aturan-aturan yang ditetapkan Nippon. Tidak hanya secara fisik atau materiil, tetapi juga iman. Sebagai contoh, kewajiban pelaksanaan upacara saikeirei. Dalam ritual tersebut, warga pribumi harus membungkukkan badan tiap pagi ke arah matahari terbit untuk menghormati Kaisar Jepang Tenno Heika. Bagi orang Jepang, kaisar sangat dipuja karena dianggap sebagai titisan Dewa Matahari. Sementara itu, sebagian besar Muslimin mengecam saikeirei. Sebab, praktik tersebut menjurus pada syirik, dosa terbesar menurut ajaran Islam. Gerakan-gerakan pun timbul di tengah umat sebagai bentuk protes terhadap upacara tersebut. Di Jawa, KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa yang melarang orang Islam untuk melakukan saikeirei. Aparat kemudian menangkap dan memenjarakannya selama empat bulan. KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa yang melarang orang Islam untuk melakukan saikeirei. Aparat kemudian menangkap dan memenjarakannya selama empat bulan. Dalam keterangannya, polisi Jepang menuding sang hadratussyekh sebagai dalang kerusuhan di pabrik gula Jombang. Padahal, tudingan itu hanyalah suatu alasan yang dibuat-buat untuk membenarkan penahanan. Pemerintah pendudukan sebenarnya ingin rakyat Indonesia, termasuk elemen Muslimin, termobilisasi untuk memenangkan Nippon dalam kancah PD II. Akan tetapi, pendekatan yang dilakukannya beberapa bulan sejak berkuasa di Nusantara justru menimbulkan keresahan. Shiddiqi mengatakan, dorongan jihad fii sabilillah yang sedianya hendak dimanfaatkan dalam perang melawan Sekutu malahan berbalik menyerang Jepang sendiri. Pada tahun pertama masa okupasi Jepang, pemberontakan pecah di Bayu, Aceh. Dipimpin para ulama, kaum Muslimin di sana menentang kewajiban saikeirei. Jepang segera memadamkan perlawanan tersebut dengan tangan besi. Antara tahun 1942 dan 1945 ada peran ganda yang dijalankan kalangan ulama Nusantara. Pada Desember 1943, giliran rakyat Muslim di Pontianak, Kalimantan, memberontak terhadap Nippon. Selanjutnya, berturut-turut pemerintah pendudukan menghadapi perlawanan umat di Sukamanah, Singaparna Februari 1944; Karangampel Mei 1944; Lohbener Agustus 1944; Blitar Februari 1945; dan Pandraih Mei 1945. Shiddiqi menyimpulkan, antara tahun 1942 dan 1945 ada peran ganda yang dijalankan kalangan ulama Nusantara. Pertama, menegakkan akidah Islam. Dengan cara itu, kaum Muslimin dapat dicegah dari kebijakan-kebijakan penguasa yang menggerus kepribadian mereka sebagai pemeluk Islam yang sejati. Kedua, para pemuka agama ini turut menyiapkan rakyat Indonesia dalam menyongsong kemerdekaan. Dalam hal ini, berbagai organisasi yang dibentuk atau keputusan politik yang diambil penguasa dimanfaatkan. Alhasil, Jepang menangkap kesan bahwa kaum Muslimin mendukungnya dalam kancah PD II. Padahal, yang terjadi ialah mereka menyongsong semata-mata Indonesia Merdeka.
Penasaran nggak sih, bagaimana bentuk perlawanan rakyat Indonesia terhadap Jepang? Yuk, simak penjelasan lengkapnya di artikel berikut! — Sudah tahu kan proses dan latar belakang pendudukan Jepang di Indonesia? Keberhasilan Jepang menguasai beberapa wilayah Indonesia, merupakan akibat dari propaganda-propaganda yang dilakukan oleh Jepang terhadap bangsa Indonesia, tujuannya adalah menarik simpati sehingga rakyat tidak melakukan perlawanan. Banyak masyarakat yang menderita saat wilayahnya dikuasai oleh Jepang. Hal ini dikarenakan, mereka dipaksa untuk membuat parit, jalan, lapangan terbang, dan juga dipaksa oleh Jepang untuk menjadi Romusha. Kalian tahu nggak apa itu romusha? Romusha adalah sebutan untuk orang-orang yang dipekerjakan sebagai buruh secara paksa oleh Jepang ketika menduduki Indonesia. Rakyat Indonesia yang dijadikan Romusha oleh Jepang. Sumber Tapi apakah masyarakat kita diam saja? Tentu saja tidak. Bangsa kita kemudian mencoba untuk membuat berbagai siasat untuk melakukan perlawanan terhadap Jepang. Masyarakat kita saat itu tidak dijadikan sebagai Romusha. Nah, mulailah bangsa kita dengan strateginya melalui organisasi-organisasi yang dibentuk oleh Jepang, dan juga melalui gerakan-gerakan bawah tanah. Bentuk perlawanan rakyat Indonesia yang berbeda dilakukan oleh bangsa kita, akan tetapi tujuan dan cita-cita perjuangan mereka tetaplah sama, mencapai kemerdekaan Indonesia. Beberapa wilayah yang dikuasai oleh Jepang dan mendapat perlawanan dari rakyat Indonesia diantaranya 1. Perlawanan di Aceh Aceh menjadi salah satu wilayah yang dikuasai Jepang. Masyarakat Aceh diperlakukan dengan sewenang-wenang dan mengalami penderitaan yang cukup lama karena banyak rakyat Aceh yang dikerahkan untuk Romusha. Akibat hal itu, pada 10 November 1942 terjadi penyerangan terhadap Jepang di Cot Plieng, penyerangan tersebut dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil yang merupakan seorang guru mengaji di Cot Plieng. Sebanyak dua kali Jepang berusaha menaklukan wilayah Cot Plieng, dua-duanya pun berhasil digagalkan oleh rakyat Aceh dengan serangannya, dan berhasil memukul mundur Jepang ke daerah Lhokseumawe. Kemudian pada serangan ketiga, Jepang berhasil merebut Cot Plieng, dan Tengku Abdul Jalil harus gugur di tempat saat sedang beribadah. Eits, istirahat dulu bacanya sebentar ya. Punya PR susah dan bingung harus tanya kemana? Gampang, kamu bisa langsung kirim foto soal dan dapatkan jawabannya di Roboguru! 2. Perlawanan di Singaparna Tasikmalaya Singaparna, Tasikmalaya, menjadi salah satu wilayah yang berhasil di duduki oleh Jepang. Pada masa itu, rakyat Singaparna dipaksa untuk mengikuti upacara Seikerei. Upacara Seikerei merupakan upacara penghormatan kepada kaisar Jepang dengan cara membungkuk kearah matahari terbit. Dengan cara seperti ini, masyarakat Singaparna merasa sangat dipermalukan dan dilecehkan. Selain itu, mereka juga merasa menderita karena diperlakukan secara sewenang-wenang dan kasar oleh Jepang. Akibatnya, pada bulan Februari 1944, rakyat Singaparna melakukan perlawanan terhadap Jepang. Pasukan perlawanan dipimpin oleh Kiai Zainal Mustofa. Akan tetapi Jepang berhasil menangkap Kiai Zainal Mustofa pada tanggal 25 Februari 1944, dan pada tanggal 25 Oktober 1944, Kiai Zainal harus menghentikan perjuangannya setelah beliau dihukum mati. Zainal Mustofa Sumber 3. Perlawanan di Indramayu Indramayu mendapatkan perlakuan yang sama oleh Jepang, masyarakat Indramayu dipaksa menjadi romusha, bekerja di bawah tekanan dan diperlakukan secara sewenang-wenang. Oleh karena itu, masyarakat Indramayu juga melakukan perlawanan terhadap Jepang. Pemberontakan tersebut terjadi di Desa Kaplongan pada bulan April 1944. Selanjutnya beberapa bulan kemudian, tepatnya tanggal 30 Juli 1944 terjadi pemberontakan di Desa Cidempet, Kecamatan Loh Bener. 4. Perlawanan di Blitar Pemberontakan PETA Perlawanan juga terjadi di Blitar. Pada tanggal 14 Februari 1945 terjadi pemberontakan yang dilakukan para tentara PETA Pembela Tanah Air di bawah pimpinan Supriyadi. Pemberontakan ini merupakan pemberontakan terbesar pada masa pendudukan Jepang. Baca Juga Sejarah Pemberontakan Republik Maluku Selatan Selain di keempat wilayah tersebut, perlawanan juga terjadi di beberapa wilayah lain di Indonesia lho! Sekarang kalian tahu kan bagaimana bentuk-bentuk perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia terhadap Jepang? Sebagai generasi penerus bangsa, kita harus tahu dan paham tentang sejarah bangsa kita sendiri. Kalian bisa belajar sejarah melalui video belajar di ruangbelajar. Dengan begitu, kalian bisa tahu seperti apa perjuangan bangsa kita ini sampai ahirnya merdeka dan berdaulat. Sumber referensi Sardiman AM, Lestariningsih AD. 2017 Sejarah Indonesia. Jakarta Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud. Sumber foto Foto Romusha’ [Daring]. Tautan Foto Mustofa’ [Daring]. Tautan Artikel terakhir diperbarui pada 26 Oktober 2021
Mahasiswa/Alumni Universitas Pendidikan Indonesia07 Juni 2022 0947Hai Salsabilla, kakak bantu jawab ya. Jawaban yang tepat yaitu a. Eksploitasi dan penindasan yang dilakukan Jepang di Indonesia. Untuk lebih jelasnya, pahami penjelasan berikut. Ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan Jepang ternyata berdampak besar bagi bangsa Indonesia. Penderitaan yang disebabkan karena pendudukan Jepang mendorong rakyat Indonesia bangkit melakukan perlawanan. Beberapa perlawanan tersebut masih bercorak kedaerahan sehingga dapat dengan mudah dipatahkan pemerintah Jepang. Selain bercorak kedaerahan, terdapat pula perlawanan militer yang cukup merepotkan pemerintah Jepang, yaitu perlawanan Peta di Blitar. Dengan demikian, sebagian besar perlawanan tersebut dilatarbelakangi oleh eksploitasi dan penindasan yang dilakukan Jepang di Indonesia. Semoga membantu.
sebagian besar perlawanan rakyat indonesia terhadap jepang dilatarbelakangi oleh